Senin, 21 Maret 2011

Kenaikan mengejutkan data ekonomi, dongkrak bursa AS kembali menguat


Perdagangan bursa saham AS di Wall Street kembali membukukan kenaikan untuk kelima hari berturut-turut, menambah pencapain baik di tahun baru ini setelah mendapat dorongan dari data pasar tenaga kerja dan sektor jasa menegaskan pada membaiknya perekonomian AS.

Indeks Dow Jones Industrial Average naik 31.71 poin atau 0.27 persen di level 11,722.89, kembali mencapai level atasnya sejak 14 Januari 2000 dan memperpanjang laju kenaikannya dalam lima bulan yang sedang berjalan. Namun Dow Jones masih jauh di bawah level penutupan tertinggi di atas 14,000 pada Oktober 2007.

Sementara indeks Standard & Poor’s 500 berakhir menguat 6.36 poin atau 0.50 persen di level 1,276.56, dan indeks teknologi Nasdaq Composite bukukan kenaikan 20.95 poin atau 0.78 persen ditutup di level 2,702.20.

Kenaikan bursa Wall Street terjadi pasca dirilisnya dua data ekonomi yang menunjukkan kenaikan yang tidak diduga. Laporan ADP atas data tenaga kerja sektor swasta non pertanian, yang sangat dipantau, menunjukkan kenaikan sebesar 297,000 angkatan kerja pada bulan Desember kemarin dari bulan sebelumnya, jauh di atas ekspektasi konsensus mencapai tiga kali lipat dan merupakan kenaikan bulanan terbesar sepanjang sejarah survei.

Hasil laporan ADP tersebut dirilis menjelang laporan data payroll yang juga sangat dinantikan oleh banyak kalangan guna menentukan kondisi perekonomian AS yakni hasil payroll non pertanian yang dirilis Jumat besok akhir pekan nanti.

Data mengejutkan lainnya dating dari hasil ISM non manufaktur yang menunjukkan hasil 57.1, tertinggi sejak 2006 dan meruntuhkan ekspektasi konsensus. Namun, laporan tersebut menunjukkan penurunan hasil lapangan kerja, turun dari kenaikan di tiga tahun pada bulan lalu.

Harapan akan pemulihan ekonomi berhasil mengangkat sektor keuangan untuk memimpin kenaikan pasar. Saham Bank of America Corp. berhasil naik 1.8 persen, sementara J.P. Morgan Chase & Co. naik 1.2 persen. American Express Co. naik 2.9 persen, pimpin komponen indeks Dow.

Data ekonomi juga berhasil mengangkat dollar. ‘Greenback’ naik lebih dari 1 persen terhadap euro dan yen. Treasurys turun setelah hasil data ekonomi meredam daya tarik aset ‘safe-haven’. Hasil surat hutang utama 10 tahun naik menjadi 3.49 persen, level tertingginya dalam dua pekan.

Data saham melalui Yahoo Messenger dan Google Talk

Terhitung hari ini, kami meluncurkan layanan terbaru bagi member yang ingin mengetahui harga saham Bursa Efek Indonesia secara lebih cepat, akurat dan mudah. Layanan ini berbasis chat dengan menggunakan Yahoo Messenger dan Google Talk untuk berkomunikasi. Status dari layanan ini masih beta, artinya masih dalam tahap testing dengan harapan bisa memperoleh masukan dari member.

Saat ini, layanan baru mencakup harga saham, rights dan waran. Fitur-fitur baru akan segera menyusul ditambah.

Untuk menggunakan layanan ini, member cukup menambahkan teman (add friend) pada software chatting anda. User id yang digunakan adalah sebagai berikut :

* Yahoo Messenger : dunia_investasi
* Google Talk : bot@duniainvestasi.com

Contoh tampilan yang dihasilkan :






Cara penggunaannya sangat sederhana. Cukup ketik kode saham dan anda akan segera mendapatkan informasi harga saham terkini.

Silakan gunakan layanan ini secara gratis dan berikan komentar serta tanggapan anda.

Mengapa volume Index di DuniaInvestasi berbeda?

Kami sering mendapat pertanyaan yang intinya mempertanyakan angka volume pada Index. Misalnya COMPOSITE (IHSG), LQ45 dan lain-lain. Kebanyakan member menanyakan dari mana angka tersebut dan mengapa berbeda dengan sumber data lainnya, misalnya YAHOO dan lain-lain.

Pertama, angka yang dimasukkan sebagai volume pada data Index tidak menggunakan volume riil transaksi. Angka yang kami gunakan adalah angka value/nilai transaksi berdasarkan transaksi hari tersebut. Jadi, nilai yang kami gunakan adalah nilai rupiah dari transaksi hari tersebut.

Selanjutnya, mengapa menggunakan angka value dan bukan volume yang seharusnya digunakan? Penjelasannya begini. Semua ini bermula dari “Teori DOW“. Charles Dow sebagai pencetusnya, mengemukakan beberapa teori sebagai dasar analisis teknikal. Salah satu teori tersebut adalah : “Trends are confirmed by volume”.

Teori ini sendiri berlaku untuk saham, namun bila diterapkan pada index akan menimbulkan kerancuan. Penggunaan volume pada index akan menyebabkan mis-leading (penyesatan). Seperti kita ketahui, index merupakan gabungan dari berbagai saham. Ada yang nilai-nya (harga) tinggi, misalnya Astra International (ASII), juga banyak yang harganya rendah (baca: murah).

Sebagai contoh, bila terjadi pembelian/transaksi secara masif pada saham ASII, Volume index belum tentu naik secara signifikan. Mengapa? Hal ini disebabkan karena harga ASII yg tinggi, namun value (harga/tupiah) tidak naik secara signifikan. Padahal IHSG bisa melesat tinggi. Apakah kondisi ini berarti kenaikan index tidak valid? Silakan lihat contoh perhitungan di bawah :

Kita asumsikan harga ASII saat ini Rp. 48.000,- dan kita asumsikan terjadi pembelian besar-besaran senilai Rp. 100 Milyar atas saham ASII pada harga Rp. 50.000,- Volume yang dapat dibeli dengan uang senilai tersebut adalah 2 juta saham. Dengan kenaikan hanya Rp. 2000,- pastilah IHSG akan mengalami kenaikan yang cukup signifikan.

Sedangkan, bila saham berharga rendah (misalnya Rp.50,-) dan terjadi transaksi yg sangat tinggi. Apakah IHSG juga akan naik secara besar? Tidak. Namun bila kita lihat, total volumenya tentu tinggi. Dengan asumsi yang sama seperti di atas, Saham X yang berharga Rp. 50,- digoreng naik menjadi Rp. 100,-. Bila nilai transaksinya Rp. 100 Milyar, volume transaksinya adalah 1 milyar saham. Apakah IHSG akan bergerak naik secara signifikan? Meskipun harga saham X tersebut naik menjadi 2 kali lipat, IHSG belum tentu naik secara signifikan. Padahal volumenya sangat besar, lho!

Nah, untuk melakukan smoothing atas masalah tersebut, kami menggunakan nilai value (rupiah) sebagai volume atas index.

Lantas, bagaimana bila member bersikeras mengunakan data volume sebagai volume index? Kami memberikan alternatif data. Silakan tambahkan tanda “^” di depan kode index. Misalnya ^COMPOSITE, ^LQ45, ^JII dan lain-lain.

Related posts:

1. Melihat pertempuran harga saham melalui Intraday Done Summary
2. Data transaksi intraday saham dan transaksi broker
3. Data Saham Adjusted
4. EZ Meta Updater – download data saham EOD dengan mudah
5. Real Meta : Realtime stock price updater for Metastock

Melihat pertempuran harga saham melalui Intraday Done Summary

Pernahkah anda membeli sesuatu barang dengan melakukan tawar menawar? Misalnya membeli sayur dan buah-buahan. Tentunya dari pedagang sayur atau buah-buahan. Sebelum membeli, biasanya kita melakukan tawar menawar harga atas barang yang hendak kita beli. Atau contoh lainnya, pada saat hendak membeli handphone dan mobil. Kita juga aktif melakukan tawar menawar harga.

Pada saat melakukan tawar menawar, sebagai pembeli, kita ingin harga jual yang semurah mungkin. Di lain pihak, penjual tentu ingin menjual semahal mungkin. Harga yang terjadi adalah harga yang disepakati oleh pembeli dan penjual. Bisa saja pada akhirnya penjual mengalah sehingga harga jualnya turun. Selain itu, bisa juga penjual bersikukuh pada harga jualnya, dan kita, sebagai pembeli merasa sangat butuh atas barang/produk tersebut, sehingga akhirnya mengalah dan menaikkan tawaran/harga beli.

Lantas, apa hubungan cerita di atas dengan perdagangan saham?

Seperti kita ketahui, sesungguhnya, perdagangan saham juga merupakan proses tawar menawar antara pembeli dan penjual. Ada kalanya pembeli merasa harga saham sudah terlalu tinggi dan bersikeras untuk tidak menaikkan harga dan akhirnya penjual mengalah. Juga bisa terjadi pembeli yang mengalah dan menerima harga yang ditawarkan oleh penjual.

Bila kita hanya mengamati model analisa teknikal tradisional yang bergantung pada data “OPEN”, “HIGH”, “LOW” dan “CLOSE” semata, proses pertarungan selama trading hour tidak bisa terlihat jelas. Kita hanya dapat melihat hasil akhirnya saja, berupa kenaikan atau turunnya harga. Gambaran mengenai siapa sebenarnya yang mengalah tidak bisa kita ketahui hanya dengan ke-empat data tersebut.

Sebenarnya, bila anda seorang daily trader yang mengamati “running trade” terus menerus selama trading hour, barangkali bisa merasakan selama “trading hour” siapa yang mengalah atas saham tertentu. Namun tentu saja prakteknya tidak semudah itu. Ada beberapa online broker yang sempat saya lihat, yang menyediakan fasilitas untuk mengamati proses “mengalah” ini, namun umumnya hanya untuk 1 hari trading.

Untuk memberikan layanan lebih bagi semua member, duniainvestasi.com juga menyediakan data semacam ini. Data ini kami sebut sebagai Intraday Done Summary. Bisa diakses pada : http://www.duniainvestasi.com/bei/intradays/done_summary/BUMI/

Data “sell down” menunjukkan penjual yang mengalah dan menurunkan harga jualnya agar sesuai dengan permintaan dari pembeli. Sedangkan “buy up” menunjukkan pembeli yang lebih bernafsu untuk membeli saham.

Bila pada suatu hari, harga saham naik (ditunjukkan dengan Closing price yang lebih tinggi daripada Closing price hari sebelumnya), pastikan dahulu bahwa sesungguhnya kenaikan itu memang valid yang ditunjukkan dengan banyaknya “buy up”. Bila ternyata harga saham naik, namun lebih banyak yang melakukan “sell down”, hal ini mencerminkan sesungguhnya penjual juga tidak yakin harganya bisa naik terus.

Related posts:

1. Data saham melalui Yahoo Messenger dan Google Talk
2. Data transaksi intraday saham dan transaksi broker
3. Intraday Chart Saham
4. Terputusnya data intraday dari BEI
5. Petunjuk download data Intraday dengan EZ Meta Updater

data harga saham harian bursa efek indonesia

Tampilan dan cara membuat widget ini bisa dilihat di http://www.duniainvestasi.com/bei/widgets/

Saat ini, ada 2 macam widget yang dapat anda pasang, yaitu :

* Stock Widget. Berupa tampilan satu saham secara detail berikut grafiknya.
* Price Widget. Berupa list harga terakhir beberapa saham dan perubahannya (dalam persentase).

Pemasangan widget ini sangat mudah. Hanya tinggal menambahkan code ke dalam website anda.

Kami berharap widget ini dapat bermanfaat dan bisa memberikan nilai tambah bagi website anda.

Secara bertahap, kami akan menambah lagi widget-widget lainnya.

tugas ke 2 softskil

A.) SCHEDULE PERMINTAAN & PENAWARAN S/D , SERTA EQUILIBRIUM DARI TEMPE

1. Hukum Permintaan (demand) :


Bila harga suatu barang naik, maka permintaan barang tersebut akan turun. Sebaliknya bila harga barang tersebut turun maka permintaan naik.

2. Hukum Penawaran (suply):

Semakin tinggi harga suatu barang makin banyak penawaranya.
Semakin rendah harga suatu barang makin sedikit penawaranya.

3. Titik keseimbangan (equilibrium) :




Titik keseimbangan (equilibrium) :

Kamis, 17 Maret 2011

Pasaran Saham Jatuh di Tokyo untuk Hari Kedua Pemerintah menambah lagi 61 miliar dolar likuiditas, setelah sehari sebelumnya mengucurkan 183 miliar dolar ke pasar valuta.

Pasaran saham Jepang jatuh untuk hari kedua, Selasa, setelah pejabat pemerintah memperingatkan radiasi yang meningkat sekitar pembangkit nuklir yang rusak oleh gempa bumi.
Kekhawatiran penanam modal akan dampak gempa dan tsunami terhadap ekonomi Jepang,  menurunkan indeks Nikkei Tokyo lebih dari 10 persen dalam perdagangan sore hari, hingga ke tingkat terendah dalam lebih dari dua tahun terakhir.
Ini terjadi setelah penjualan saham besar-besaran yang menurunkan indeks lebih dari enam persen pada hari Senin.  Kantor berita Bloomberg mengatakan penurunan hari Selasa  adalah yang terbesar dalam satu hari di Jepang sejak anjloknya pasaran saham negara ini pada tahun 1987.
Pemerintah Jepang telah berusaha menenangkan pasar dan perusahaan-perusahaan setelah bencana, dengan memompa jumlah rekor 183 miliar dolar likuiditas, Senin, dan menambah 61 miliar dolar lagi hari ini.  Pemerintah juga menjaga suku bunga pinjaman utama agar tetap rendah, dan mengambil langkah-langkah lain untuk memastikan bank-bank memiliki cukup likuiditas untuk kegiatan darurat dan pembangunan kembali daerah bencana.
lembaga peringkat Standard and Poor’s mengatakan gempa itu akan menimbulkan dampak negatif yang terbatas terhadap ekonomi, namun tetap memperingatkan besarnya semua kerusakan belum diketahui. Sebelum gempa, Jepang sudah berjuang keras menghadapi pertumbuhan ekonomi yang lamban dan utang pemerintah yang tinggi.
Para pakar ekonomi mengatakan laju pertumbuhan ekonomi Jepang kemungkinan akan tetap lamban dalam jangka pendek, sementara perusahaan dan industri menanggulangi kekurangan tenaga listrik, sarana angkutan yang rusak, dan masalah-masalah lain.  Tetapi, mereka mengatakan dalam jangka panjang, kebutuhan untuk membangun kembali kota-kota yang rusak dan prasarana di daerah gempa dapat merangsang ekonomi dan meningkatkan pertumbuhan.

Kenaikan Harga Pangan dan Minyak Dorong Pertambahan Angka Kemiskinan di Asia Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia dan Pasifik (ECOSOC) memperingatkan bahwa kenaikan harga mendorong lebih banyak orang di Asia ke jurang kemiskinan.

Noeleen Heyzer, Ketua Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia dan Pasifik (ECOSOC), memperingatkan meningkatnya inflasi di seluruh Asia mengakibatkan lebih dari 40 juta orang jatuh miskin tahun ini di sana.
Di seluruh Asia dan Pasifik, lebih dari 600 juta orang hidup di bawah garis kemiskinan, kurang dari 1,25 dolar sehari.
Kenaikan harga pangan dan minyak, serta “kejutan-kejutan eksternal,” menurut Heyzer, seperti arus keluar modal investasi akibat ketidakpastian di Timur Tengah merusak kepercayaan ekonomi di Asia Pasifik.
Heyzer mengatakan, “Pemulihan ekonomi masih lemah dan tidak merata. Apa yang perlu dilakukan adalah memastikan pengembangan strategi mengenai bagaimana mendorong pemulihan ekonomi berkelanjutan dan memastikan pemulihan itu mencakup semua kelompok masyarakat.”
Peringatan Heyzer itu disampaikan setelah adanya laporan dari Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dan Bank Dunia mengenai kenaikan harga pangan global, karena cadangan biji-bijian global  menurun pesat tahun ini. Ia mengatakan kawasan ini perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi dampak kondisi ekonomi baru ini.
Ia menjelaskan, “Kejutan-kejutan eksternal diakibatkan oleh kenaikan harga pangan dan minyak, serta isu keuangan. Bahkan jika kita lihat pada apa yang sedang terjadi di Timur Tengah, akibat pemberontakan itu banyak pekerja migran dikirim pulang ke negaranya. Karena kebanyakan dari mereka kehilangan pekerjaan, keluarga mereka yang tergantung pada kiriman uang didorong masuk dalam kemiskinan.”
Kantor Migrasi Internasional (IOM) mengatakan, sejak tanggal 20 Februari lebih dari 210.000 migran mengungsi dari Libya, kebanyakan dari mereka berasal dari Bangladesh.
Heyzer mengatakan, bersama inflasi, muncul masalah aset gelembung modal karena uang keluar dari Timur Tengah. Di negara-negara seperti Tiongkok dan Thailand, pemerintah berupaya mengekang pemberian pinjaman dan menaikkan tingkat suku bunga untuk meredam inflasi harga di sektor-sektor seperti pasar properti.
Ia mengatakan pemerintah perlu memastikan pemulihan ekonomi seluas mungkin. Ia menghimbau negara-negara agar menyesuaikan kembali strategi pembangunan dengan proyek-proyek yang dirancang untuk mengurangi kemiskinan.
Heyzer mengatakan pemerintah perlu memberikan perhatian lebih besar kepada kelompok-kelompok berpendapatan rendah dan mengarahkan investasi dalam proyek-proyek pembangunan sosial, seperti sektor kesehatan.

Kenaikan harga minyak semenjak 2003

Dari pertengahan 1980-an hingga September 2003, harga terlaras inflasi untuk setong minyak mentah di NYMEX lazimnya berada di bawah $25/tong. Pada tahun 2004, harganya mencecah $40, kemudian $50. Pelbagai peristiwa telah menyebabkan harganya mencecah $60 pada 11 Ogos 2005, menembusi $75 untuk masa yang tidak lama pada pertengahan 2006, jatuh balik ke $60/tong pada awal tahun 2007, lalu naik mendadak menjadi $92/tong pada Oktober 2007 dan $99.29/tong untuk niagaan hadapan Disember di Bandar Raya New York pada 21 November 2007[2] Sepanjang separuh pertama tahun 2008, minyak sering mencatat harga tinggi yang memecah rekod. Pada 29 Februari 2008, harga minyak mencapai $103.05 setong,[3] lalu mencapai $110.20 pada 12 Mac,[4] iaitu rekod keenam dalam tujuh hari berniaga.[5] [6] Harga minyak pada 27 Jun 2008 mencecah $141.71 setong, untuk serahan bulan Ogos di NYMAX (selepas baru mencatat $140.56 setong), di sebalik ugutan Libya untuk mengurangkan pengeluaran, serta ramalan presiden OPEC bahawa harga mungkin mencecah $170 menjelang musim panas (di hemisfera utara).[7][8] Harga setong maksimum paling terkini ialah $143.67 yang tercatat pada 29 Jun 2008.[9]. Harga yang menghampiri takat $95–105 setong (dolar AS 2007) adalah setara dengan rekod terlaras inflasi sepanjang masa pada tahun 1980,[10] tetapi jelasnya telah ditembusi pada suku pertama tahun 2008. Dari segi harga minyak mentah, catatan AS berpandangan bahawa kali terakhir dilihat harga seumpamanya adalah pada 1860-an. Rujuk sini [11], dan laraskan untuk inflasi. Di luar AS, sejarah inflasi dan harga minyak memang berbeza, tetapi pada hakikatnya, selepas dilaras inflasi, harga yang mencecah $120 setong adalah di luar jangkaan sejak zaman terawal sekali penghasilan minyak komersil. Di AS, penggunaan petrol jatuh 0.5% pada dua bulan terawal tahun 2008 akibat harga semakin tinggi,[12] berbanding penurunan sejumlah 0.4% pada tahun 2007.[13]
Para pengulas berpendapat kenaikan harga sepanjang tempoh ini disebabkan pelbagai faktor, termasuk laporan dari Jabatan Tenaga Amerika Syarikat dan pihak-pihak lain yang menunjukkan penurunan dalam rizab petroleum,[14] kebimbangan akan kemuncak penggunaan minyak,[15] pergolakan di Timur Tengah, dan spekulasi harga minyak.[16] Sesetengah peristiwa turut menyumbangkan kesan jangka pendek kepada harga minyak, seperti pelancaran misil Korea Utara,[17] krisis antara Israel dan Lebanon,[18] pergolakan mengenai tenaga nuklear Iran,[19] dan "seratus faktor" lagi, termasuk subsidi minyak yang diberi kepada pengguna oleh negara-negara membangun seperti China dan India.[20]
Lompat ke: pandu arah, gelintar
Harga minyak mentah, 2005-2007 (tidak diubah bagi inflasi)
Harga jualan petrol A.S., 2005-2007 (tidak diubah bagi inflasi)
Harga minyak dari 1861-2006 dalam dolar sehari (hitam) and dolar 2006 (oren).[1]
Dari pertengahan 1980-an hingga September 2003, harga terlaras inflasi untuk

Tsunami Jepang Pengaruhi Ekspor Indonesia

Ekspor Indonesia ke Negeri Sakura diperkirakan akan mengalami gangguan akibat gempa dan tsunami yang menghantam Kepulauan Jepang. Kalangan pengusaha saat ini masih menunggu perkembangan kondisi terakhir Jepang pascabencana tersebut.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengaku belum bisa memperkirakan akan terjadi gangguan terhadap arus keluar-masuk barang ke Jepang. Pasalnya, hingga kini pihaknya masih belum bisa menghubungi para importir (buyer) akibat terganggunya konektivitas jaringan telepon pascaterjadinya tsunami di negera tersebut.
"Kami belum bisa mengukur seperti apa dampaknya, tapi gangguan arus barang pasti ada," kata, Sabtu (12/3/2011).
Seperti diketahui, gempa berkekuatan 8,9 skala Richter yang berbuntut gelombang tsunami tersebut menyebabkan sebagian besar jaringan listrik, telepon, dan transportasi terhenti. Dahsyatnya bencana terebut, menurut Benny, secara langsung maupun tidak langsung pasti akan mempengaruhi arus keluar masuk barang dari dan ke negara tersebut.
Namun, dikarenakan belum adanya laporan pasti seberapa parah tingkat kerusakan yang dialami, maka pihaknya belum berani menaksir seberapa jauh bencana tersebut berdampak bagi kegiatan ekspor-impor Indonesia dengan Jepang.
"Berapa lama gangguannya kami juga belum bisa perkirakan. Tergantung seberapa parah kerusakan di sana. Mudah-mudahan Senin depan (14/3) kami sudah bisa kembali berhubungan,

Menko Hatta: Perekonomian Indonesia Tidak Terpengaruh Tsunami Jepang

Menko perekonomian, Hatta Rajasa, menegaskan, perekonomian Indonesia tidak terpengaruh bencana gempa dan tsunami yang menimpa Jepang (11/3). Buktinya, kegiatan ekspor Indonesia ke negara berjuluk Matahari Terbit tersebut terus berjalan, bahkan masih banyak pelabuhan di Jepang yang melakukan aktivitas.
Hingga kini, belum ada dampak secara signifikan dan pembatalan ekspor Indonesia ke Jepang akibat bencana alam yang menimpa negara tersebut.
"Saya sudah bicara dengan Gubernur Jawa Timur, Soekarwo, dan menyatakan belum ada penundaan ekspor dari dalam negeri ke Jepang," katanya Selasa (15/3/2011) di Malang.
Dengan tidak terpengaruhnya kegiatan ekonomi atau ekspor tersebut, ke depan sejumlah komoditas lainnya dari Indonesia akan berpeluang besar untuk diekspor ke Jepang, seperti karet, kakao, dan komoditas lainnya.
"Jepang masih banyak membutuhkan sejumlah komoditas dari kita, untuk itu komoditas lain juga berpeluang diekspor ke sana," katanya.
Hatta berharap, Jepang bisa segera pulih kembali dari dampak bencana gempa dan tsunami tersebut.
"Kita berharap, Jepang bisa keluar dan pulih kembali dari dampak bencana gempa dan tsunami yang menimpa negara

* Jepang Tsunami, Ekonomi Indonesia Terancam Rontok!

Gempa berkuatan 8,8 SR dan terjangan tsunami yang melanda Jepang bisa berdampak dasyat menimbulkan tsunami ekonomi dan politik di Indonesia.
Sebab, perekonomian Indonesia memiliki kaitan yang sangat kuat dengan Jepang. Jumlah investasi Jepang dan bantuan bantuan dana hibah yang telah direncanakan kepada Indonesia serta komitmen investasi jepang terhadap Indonesia cukup besar.
Selain itu jepang adalah merupakan salah satu negara tujuan ekspor bagi Indonesia untuk sektor tekstil, furnitur, hasil perkebunan, aquaculture dan migas
"Dengan demikian dampak Tsunami Jepang akan sangat mempengaruhi ekonomi Indonesia dimana komitmen investasi dan dana bantuan hibah dari Jepang akan dihentikan untuk waktu yang tidak dapat diprediksi, sebab Jepang sendiripun harus berusaha meyelamatkan ekonomi domestik mereka," ujar Ketua Presidium Nasional Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arief Poyuono, Minggu (13/3/2011).
Tidak itu saja kemungkinan penjadwalan hutang pemerintah Indonesia kepada jepang kemungkinan akan dibatalkan. Hal ini pasti dilakukan oleh Jepang karena Jepang pun membutuhkan dana yang cukup besar untuk melakukan pemulihan ekonominya dan pembangunan infrakstrukturnya akibat Tsunami yang melanda Jepang.
Situasi ekonomi yang menyulitkan pemerintah dipastikan akan berimbas kepada kebijakan ekonomi politik, khususnya rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Jika pemerintah tidak hati-hati dalam mengambil kebijakan ekonomi-politik maka akan berimbas kepada situasi politik nasional.
Perusahaan perusahan nasional yang berorientasi ekport ke Jepang akan mengurangi produksi malah mungkin akan menghentikan produksinya untuk sementara akibat hilangnya pasar mereka di Jepang yang pada akhirnya akan meyebakan PHK .
"Karena itu pemerintah SBY harus melindungi perusahaan perusahan yang berorientasi Ekpor ke Jepang yang akan mengalami penurun produksi dan melakukan penghentian sementara operasi serta melaklukan PHK akibat tsunami Jepang. Jika tidak maka tsunami Jepang akan dapat meyebakan tsunami ekonomi dan politik di Indonesia

* Tsunami Jepang Pukulan Telak Bagi Perekonomian Global

Perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Jepang mulai menaksir kerugian yang mereka alami, pasca gempa dan tsunami yang mengguncang bagian timur laut negeri itu. 
Segera sesudah gempa, sebagian besar perusahaan di Jepang mengevakuasi karyawan dan menutup pabrik-pabriknya.  Adanya pegawai yang terluka dan kerusakan pada pabrik telah dilaporkan.  Tapi belum diketahui dampak gempa pada berbagai jaringan distribusi barang.
Seperti dikutip dari International Herald Tribune, dampak gempa bumi pada perekonomian Jepang masih belum jelas.  “Masih membutuhkan waktu yang panjang agar sistem transportasi dan distribusi dapat bekerja normal,” kata Masaaki Kanno, analis JP Morgan Sekuritas yang berkantor di Tokyo.
Menurutnya, gempa Jepang menjadi pukulan berat bagi bisnis di negeri sakura tersebut, terutama di daerah-daerah yang terkena imbas paling parah
Janet Hunter, dosen Perekonomian Jepang di London School of Economics, mengatakan bahwa hampir semua infrastruktur yang berada di jalur tsunami, harus dibangun lagi dari nol, termasuk jembatan, jalan, dan rel kereta api.  Gangguan apapun pada sektor manufaktur Jepang sudah pasti akan berimbas pada perekonomian negara itu yang telah mengalami stagnasi selama dua dekade terakhir ini.
Perusahaan kargo melaporkan bahwa pelabuhan-pelabuhan utama Jepang tutup, meskipun penutupan itu lebih sebagai tindakan pencegahan.  Pelabuhan-pelabuhan utama Jepang yang sebagian besar berada di selatan Tokyo, memainkan peran penting untuk mendorong ekspor Jepang.
Ekspor Jepang – kebanyakan terdiri dari mobil, mesin, dan barang-barang buatan pabrik – meningkat sekitar 25 persen pada tahun 2010.  Ini adalah peningkatan pertama selama tiga tahun terakhir.  Dengan demikian, penutupan pelabuhan dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan penundaan pengiriman barang ekspor, dan menimbulkan instabilitas pada jaringan suplai global.
Carl Weinberg, Kepala Ekonom High Frequency Economics, perusahaan riset yang berbasis di New York, menyatakan bahwa kerusakan pada negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia itu akan memiliki konsekuensi lebih besar dari yang dibayangkan.
“Tidak ada cara untuk menaksir secara tepat kerugian perekonomian Jepang dan perekonomian global akibat bencana ini.  Guncangan pada perekonomian Jepang akan berdampak pada orang-orang dan bisnis apapun, di manapun mereka berada – apakah di Jepang atau New York,” kata Weinberg.
Bank sentral Jepang, dalam situsnya, mengatakan bahwa mereka akan terus menghitung kemungkinan kerugian pada operasi-operasi finansial.  Mereka menegaskan, siap untuk mengambil tindakan apabila diperlukan

saham anjlok pasca tsunami di jepang

OKYO, RIMANEWS - Gempa kuat di Jepang mengakibatkan anjloknya harga saham di negara tersebut, dan dampak ekonomi jangka panjangnya diduga akan meluas di negara yang telah menghadapi kesulitan karena besarnya utang pemerintah.
Gempa dan tsunami yang mengikutinya membuat pelabuhan, pabrik, kilang minyak dan pusat-pusat pembangkit listrik tenaga nuklir tutup di Jepang bagian timur laut.
Belum ada tafsiran yang dapat diandalkan mengenai besarnya kerugian dan dampak ekonomi jangka panjang, tetapi harga saham perusahaan asuransi di seluruh dunia turun tajam karena para investor takut perusahaan-perusahaan itu harus membayar ganti rugi yang besar.
Gempa pada tahun 1995 di Kobe, Jepang, menimbulkan kerugian sebesar 100 miliar dolar, dan termasuk di antara bencana paling mahal dalam sejarah.
Bank Jepang pada hari Jumat membentuk satuan tugas dan mengatakan, akan berusaha sekuat tenaga memastikan likuiditas pasar finansial dan komersial Jepang.(ian/voa)

Bank Dunia Soroti Capital Inflow di Indonesia

JAKARTA - Bank Dunia menyoroti penguatan arus modal asing ke Indonesia selama 2010 ini dan pengaruh kenaikan harga komoditas yang melonjak belakangan ini.

"Tantangan Indonesia memaksimalkan kesempatan yang diberikan dari arus modal yang masuk dan kenaikan harga komoditas untuk Indonesia," kata Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia, Shubham Chaudhuri, dalam siaran persnya, di Jakarta, Kamis (16/12/2010).

Capital inflow atau yang bisa disebut masuknya modal asing ke Indonesia, terutama arus portofolio, telah menarik investor untuk berinvestasi karena adanya imbal hasil yang lebih tinggi.

Bank Dunia juga menyoroti prospek pertumbuhan ekonomi yang kuat dan meningkatkan kredit terhadap mereka yang mempunyai pendapatan lebih tinggi. Dikatakannya, arus ini membawa manfaat, seperti menurunkan biaya pendanaan, tetapi juga dapat meningkatkan keprihatinan kebijakan makroekonomi dan juga kehati-hatian.

Sementara itu, permintaan dari pasar negara berkembang yang berkembang pesat (terutama China), ditambah dengan ekspansi moneter di Amerika Serikat (AS) dan negara-negara lain telah membantu menaikkan harga komoditas non-energi global, termasuk makanan dan bahan baku.

Kedua tren global ini yang mendukung keseimbangan di Indonesia di mana posisi pembayaran berisiko hadir karena pembalikan potensial di masa depan dan peningkatan inflasi, terutama untuk bahan makanan.

Jumlah dan asal utang Indonesia

Jumlah dan asal utang Indonesia

Utang luar negeri Indonesia lebih didominasi oleh utang swasta. Berdasarkan data di Bank Indonesia, posisi utang luar negeri pada Maret 2006 tercatat US$ 134 miliar, pada Juni 2006 tercatat US$ 129 miliar dan Desember 2006 tercatat US$ 125,25 miliar. Sedangkan untuk utang swasta tercatat meningkat dari US$ 50,05 miliar pada September 2006 menjadi US$ 51,13 miliar pada Desember 2006.[1]
Negara-negara donor bagi Indonesia adalah:
  1. Jepang merupakan kreditur terbesar dengan USD 15,58 miliar.
  2. Bank Pembangunan Asia (ADB) sebesar USS 9,106 miliar
  3. Bank Dunia (World Bank) sebesar USD 8,103 miliar.
  4. Jerman dengan USD 3,809 miliar, Amerika Serikat USD 3,545 miliar
  5. Pihak lain, baik bilateral maupun multilateral sebesar USD 16,388 miliar.

Pembayaran utang

Utang luar negeri pemerintah memakan porsi anggaran negara (APBN) yang terbesar dalam satu dekade terakhir. Jumlah pembayaran pokok dan bunga utang hampir dua kali lipat anggaran pembangunan, dan memakan lebih dari separuh penerimaan pajak. Pembayaran cicilan utang sudah mengambil porsi 52% dari total penerimaan pajak yang dibayarkan rakyat sebesar Rp 219,4 triliun.[2] Jumlah utang negara Indonesia kepada sejumlah negara asing (negara donor)di luar negeri pada posisi finansial 2006, mengalami penurunan sejak 2004 lalu sehingga utang luar negeri Indonesia kini 'tinggal' USD 125.258 juta atau sekitar Rp1250 triliun lebih.[3]
Pada tahun 2006, pemerintah Indonesia melakukan pelunasan utang kepada IMF. Pelunasan sebesar 3,181,742,918 dolar AS merupakan sisa pinjaman yang seharusnya jatuh tempo pada akhir 2010.[4] Ada tiga alasan yang dikemukakan atas pembayaran utang tersebut, adalah meningkatnya suku bunga pinjaman IMF sejak kuartal ketiga 2005 dari 4,3 persen menjadi 4,58 persen; kemampuan Bank Indonesia (BI) membayar cicilan utang kepada IMF; dan masalah cadangan devisa dan kemampuan kita (Indonesia) untuk menciptakan ketahanan.[5]

Angka kemiskinan dan pengangguran

Sejak krisis, angka kemiskinan dan pengangguran masih tinggi. Berdasar data Badan Pusat Statistik Nasional Indonesia (BPS) bahwa 17,7 persen atau 39 juta penduduk Indonesia tergolong kategori penduduk miskin. Pengangguran sebanyak 10,4 persen. Diantara 100 juta angkatan kerja menganggur, 10,5 juta pengangguran terbuka.

Perbaikan ekonomi makro

Adanya perbaikan ekonomi makro ditandai dengan:
  • Rendahnya angka inflasi pada September 2006 yang hanya mencapai 0,38 persen yang membuat ekspektasi inflasi tahun 2006 kembali satu digit dibawah 8 persen.
  • Pembayaran utang yang berimbang (balance of payment) yang membaik
  • Nilai tukar rupiah yang cukup stabil, yaitu sebesar Rp.9.200 per USD.
Angka-angka tersebut cukup menjanjikan bagi peningkatan perekonomian.

Kajian Pengeluaran Publik

Sejak krisis keuangan Asia di akhir tahun 1990-an, yang memiliki andil atas jatuhnya rezim Suharto pada bulan Mei 1998, keuangan publik Indonesia telah mengalami transformasi besar. Krisis keuangan tersebut menyebabkan kontraksi ekonomi yang sangat besar dan penurunan yang sejalan dalam pengeluaran publik. Tidak mengherankan utang dan subsidi meningkat secara drastis, sementara belanja pembangunan dikurangi secara tajam.
Saat ini, satu dekade kemudian, Indonesia telah keluar dari krisis dan berada dalam situasi dimana sekali lagi negara ini mempunyai sumber daya keuangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Perubahan ini terjadi karena kebijakan makroekonomi yang berhati-hati, dan yang paling penting defisit anggaran yang sangat rendah. Juga cara pemerintah membelanjakan dana telah mengalami transformasi melalui "perubahan besar" desentralisasi tahun 2001 yang menyebabkan lebih dari sepertiga dari keseluruhan anggaran belanja pemerintah beralih ke pemerintah daerah pada tahun 2006. Hal lain yang sama pentingnya, pada tahun 2005, harga minyak internasional yang terus meningkat menyebabkan subsidi minyak domestik Indonesia tidak bisa dikontrol, mengancam stabilitas makroekonomi yang telah susah payah dicapai. Walaupun terdapat risiko politik bahwa kenaikan harga minyak yang tinggi akan mendorong tingkat inflasi menjadi lebih besar, pemerintah mengambil keputusan yang berani untuk memotong subsidi minyak.
Keputusan tersebut memberikan US$10 miliar [4] tambahan untuk pengeluaran bagi program pembangunan. Sementara itu, pada tahun 2006 tambahan US$5 miliar [5] telah tersedia berkat kombinasi dari peningkatan pendapatan yang didorong oleh pertumbuhan ekonomi yang stabil secara keseluruhan dan penurunan pembayaran utang, sisa dari krisis ekonomi. Ini berarti pada tahun 2006 pemerintah mempunyai US$15 miliar [6] ekstra untuk dibelanjakan pada program pembangunan. Negara ini belum mengalami 'ruang fiskal' yang demikian besar sejak peningkatan pendapatan yang dialami ketika terjadi lonjakan minyak pada pertengahan tahun 1970an. Akan tetapi, perbedaan yang utama adalah peningkatan pendapatan yang besar dari minyak tahun 1970-an semata-mata hanya merupakan keberuntungan keuangan yang tak terduga. Sebaliknya, ruang fiskal saat ini tercapai sebagai hasil langsung dari keputusan kebijakan pemerintah yang hati hati dan tepat.
Walaupun demikian, sementara Indonesia telah mendapatkan kemajuan yang luar biasa dalam menyediakan sumber keuangan dalam memenuhi kebutuhan pembangunan, dan situasi ini dipersiapkan untuk terus berlanjut dalam beberapa tahun mendatang, subsidi tetap merupakan beban besar pada anggaran pemerintah. Walaupun terdapat pengurangan subsidi pada tahun 2005, total subsidi masih sekitar US$ 10 miliar [7] dari belanja pemerintah tahun 2006 atau sebesar 15 persen dari anggaran total.
Berkat keputusan pemerintahan Habibie (Mei 1998 - Agustus 2001) untuk mendesentralisasikan wewenang pada pemerintah daerah pada tahun 2001, bagian besar dari belanja pemerintah yang meningkat disalurkan melalui pemerintah daerah. Hasilnya pemerintah propinsi dan kabupaten di Indonesia sekarang membelanjakan 37 persen [8] dari total dana publik, yang mencerminkan tingkat desentralisasi fiskal yang bahkan lebih tinggi daripada rata-rata OECD.
Dengan tingkat desentralisasi di Indonesia saat ini dan ruang fiskal yang kini tersedia, pemerintah Indonesia mempunyai kesempatan unik untuk memperbaiki pelayanan publiknya yang terabaikan. Jika dikelola dengan hati-hati, hal tersebut memungkinkan daerah-daerah tertinggal di bagian timur Indonesia untuk mengejar daerah-daerah lain di Indonesia yang lebih maju dalam hal indikator sosial. Hal ini juga memungkinkan masyarakat Indonesia untuk fokus ke generasi berikutnya dalam melakukan perubahan, seperti meningkatkan kualitas layanan publik dan penyediaan infrastruktur seperti yang ditargetkan. Karena itu, alokasi dana publik yang tepat dan pengelolaan yang hati-hati dari dana tersebut pada saat mereka dialokasikan telah menjadi isu utama untuk belanja publik di Indonesia kedepannya.
Sebagai contoh, sementara anggaran pendidikan telah mencapai 17.2 persen [9] dari total belanja publik- mendapatkan alokasi tertinggi dibandingkan sektor lain dan mengambil sekitar 3.9 persen [10] dari PDB pada tahun 2006, dibandingkan dengan hanya 2.0 persen dari PDB pada tahun 2001[11] - sebaliknya total belanja kesehatan publik masih dibawah 1.0 persen dari PDB [12]. Sementara itu, investasi infrastruktur publik masih belum sepenuhnya pulih dari titik terendah pasca krisis dan masih pada tingkat 3.4 persen dari PDB [13]. Satu bidang lain yang menjadi perhatian saat ini adalah tingkat pengeluaran untuk administrasi yang luar biasa tinggi. Mencapai sebesar 15 persen pada tahun 2006 [14], menunjukkan suatu penghamburan yang signifikan atas sumber daya publik.

Latar belakang

Latar belakang

Selama lebih dari 30 tahun pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto, ekonomi Indonesia tumbuh dari GDP per kapita $70 menjadi lebih dari $1.000 pada 1996. Melalui kebijakan moneter dan keuangan yang ketat, inflasi ditahan sekitar 5%-10%, rupiah stabil dan dapat diterka, dan pemerintah menerapkan sistem anggaran berimbang. Banyak dari anggaran pembangunan dibiayai melalui bantuan asing.
Pada pertengahan 1980-an pemerintah mulai menghilangkan hambatan kepada aktivitas ekonomi. Langkah ini ditujukan utamanya pada sektor eksternal dan finansial dan dirancang untuk meningkatkan lapangan kerja dan pertumbuhan di bidang ekspor non-minyak. GDP nyata tahunan tumbuh rata-rata mendekati 7% dari 1987-1997, dan banyak analisis mengakui Indonesia sebagai ekonomi industri dan pasar utama yang berkembang.
Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dari 1987-1997 menutupi beberapa kelemahan struktural dalam ekonomi Indonesia. Sistem legal sangat lemah, dan tidak ada cara efektif untuk menjalankan kontrak, mengumpulkan hutang, atau menuntut atas kebangkrutan. Aktivitas bank sangat sederhana, dengan peminjaman berdasarkan-"collateral" menyebabkan perluasan dan pelanggaran peraturan, termasuk batas peminjaman. Hambatan non-tarif, penyewaan oleh perusahaan milik negara, subsidi domestik, hambatan ke perdagangan domestik, dan hambatan ekspor seluruhnya menciptakan gangguan ekonomi.
Krisis finansial Asia Tenggara yang melanda Indonesia pada akhir 1997 dengan cepat berubah menjadi sebuah krisis ekonomi dan politik. Respon pertama Indonesia terhadap masalah ini adalah menaikkan tingkat suku bunga domestik untuk mengendalikan naiknya inflasi dan melemahnya nilai tukar rupiah, dan memperketat kebijakan fiskalnya. Pada Oktober 1997, Indonesia dan International Monetary Fund (IMF) mencapai kesepakatan tentang program reformasi ekonomi yang diarahkan pada penstabilan ekonomi makro dan penghapusan beberapa kebijakan ekonomi yang dinilai merusak, antara lain Program Permobilan Nasional dan monopoli, yang melibatkan anggota keluarga Presiden Soeharto. Rupiah masih belum stabil dalam jangka waktu yang cukup lama, hingga pada akhirnya Presiden Suharto terpaksa mengundurkan diri pada Mei 1998. Di bulan Agustus 1998, Indonesia dan IMF menyetujui program pinjaman dana di bawah Presiden B.J Habibie. Presiden Gus Dur yang terpilih sebagai presiden pada Oktober 1999 kemudian memperpanjang program tersebut.

Ekonomi Indonesia

Indonesia memiliki ekonomi berbasis-pasar di mana pemerintah memainkan peranan penting. Pemerintah memiliki lebih dari 164 BUMN dan menetapkan harga beberapa barang pokok, termasuk bahan bakar, beras, dan listrik. Setelah krisis finansial Asia yang dimulai pada pertengahan 1997, pemerintah menjaga banyak porsi dari aset sektor swasta melalui pengambilalihan pinjaman bank tak berjalan dan asset perusahaan melalui proses penstrukturan hutang.

Ekonomi Indonesia
Mata uang Rupiah
Tahun fiskal Tahun kalender
Organisasi perdagangan APEC, ASEAN, WTO
Statistik [1]
Peringkat PDB ke-15
PDB $863,6 milyar (2005)
Pertumbuhan PDB 4,8% (2004)
PDB per kapita $3.200 (2004)
PDB berdasarkan sektor pertanian (16.6%), industri (43.6%), jasa (39.9%) (2004)
Inflasi 6.6% (2004)
Pop di bawah garis kemiskinan 8.% (1998)
Tenaga kerja 105,7 juta (2004)
Tenaga kerja berdasarkan pekerjaan produksi 46%, pertanian 16%, jasa 39% (1999)
Pengangguran 8.7% (2004)
Industri utama minyak bumi dan gas alam; tekstil, perlengkapan, dan sepatu; pertambangan, semen, pupuk kimia, plywood; karet; makanan; pariwisata
Perdagangan Internasional[2]
Ekspor $113,99 milyar (2007)
Komoditi utama minyak dan gas, plywood, tekstil, karet
Mitra dagang Jepang 22,3%, Amerika Serikat 12,1%, Singapura 8,9%, Korea Selatan 7,1%, Cina 6.2% (2003)
Impor $74,40 milyar (2007)
Komoditi utama mesin dan peralatan; kimia, bahan bakar, makanan
Mitra dagang Jepang 13%, Singapura 12,8%, Cina 9,1%, Amerika Serikat 8,3%, Thailand 5,2%, Australia 5,1%, Korea Selatan 4,7%, Arab Saudi 4,6% (2003)
Keuangan publik [3]
Utang pemerintah $454.3 milyar (56.2% dari GDP)
Pendapatan $40.91 milyar (2004)
Belanja $44,95 milyar (2004)
Bantuan ekonomi $43 milyar dari IMF (1997–2000)

Inflasi dan perekonomian

Inflasi dan perekonomian

Inflasi

Bulan dan tahun Tingkat inflasi
Juli 2009 2.71 %
Juni 2009 3.65 %
Mei 2009 6.04 %
April 2009 7.31 %
Maret 2009 7.92 %
Februari 2009 8.60 %
Januari 2009 9.17 %
Desember 2008 11.06 %
November 2008 11.68 %
Oktober 2008 11.77 %
September 2008 12.14 %
Agustus 2008 11.85 %
Juli 2008 11.90 %
Data inflasi dari Inflasi CPI - Bank Sentral Republik Indonesia
Inflasi di Indonesia diumpamakan seperti penyakit endemis dan berakar di sejarah. Tingkat inflasi di Malaysia dan Thailand senantiasa lebih rendah. Inflasi di Indonesia tinggi sekali di zaman Presiden Soekarno, karena kebijakan fiskal dan moneter sama sekali tidak prudent (“kalau perlu uang, cetak saja”). Di zaman Soeharto, pemerintah berusaha menekan inflasi - akan tetapi tidak bisa di bawah 10 persen setahun rata-rata, antara lain oleh karena Bank Indonesia masih punya misi ganda, antara lain sebagai agent of development, yang bisa mengucurkan kredit likuiditas tanpa batas. Baru di zaman reformasi, mulai di zaman Presiden Habibie maka fungsi Bank Indonesia mengutamakan penjagaan nilai rupiah. Tetapi karena sejarah dan karena inflationary expectations masyarakat (yang bertolak ke belakang, artinya bercermin kepada sejarah) maka “inflasi inti” masih lebih besar daripada 5 persen setahun.[1]
Bulan dan tahun Pertumbuhan ekonomi
Maret 2006 15.74 %
Juni 2006 15.53 %
September 2006 14.55 %
Desember 2006 6.60 %
Data pertumbuhan ekonomi dari Inflasi CPI - Bank Sentral Republik Indonesia

[sunting] Perekonomian

Tanda-tanda perekonomian mulai mengalami penurunan adalah ditahun 1997 dimana pada masa itulah awal terjadinya krisis. Saat itu pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berkisar pada level 4,7 persen, sangat rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang 7,8 persen. Kondisi keamanan yang belum kondusif akan sangat memengaruhi iklim investasi di Indonesia. Mungkin hal itulah yang terus diperhatikan oleh pemerintah. Hal ini sangat berhubungan dengan aktivitas kegiatan ekonomi yang berdampak pada penerimaan negara serta pertumbuhan ekonominya. Adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan akan menjanjikan harapan bagi perbaikan kondisi ekonomi dimasa mendatang. Bagi Indonesia, dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka harapan meningkatnya pendapatan nasional (GNP), pendapatan persaingan kapita akan semakin meningkat, tingkat inflasi dapat ditekan, suku bunga akan berada pada tingkat wajar dan semakin bergairahnya modal bagi dalam negeri maupun luar negeri.
Namun semua itu bisa terwujud apabila kondisi keamanan dalam negeri benar-benar telah kondusif. Kebijakan pemerintah saat ini didalam pemberantasan terorisme, serta pemberantasan korupsi sangat turut membantu bagi pemulihan perekonomian. Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator makro ekonomi menggambarkan kinerja perekonomian suatu negara akan menjadi prioritas utama bila ingin menunjukkan kepada pihak lain bahwa aktivitas ekonomi sedang berlangsung dengan baik pada negaranya